Bangunannya menyimpan banyak kisah. Di sekitarannya para warga semua berkumpul, kapan pun.
Cahaya matahari yang menyorot terik kepulauan Tanimbar di Maluku Tenggara Barat (MTB) sore itu tak menyurutkan sekelompok anak bermain gerobak di halaman Desa Sangiat Dol Kecamatan Wertamrian Kabupaten MTB . Beberapa anak masuk dalam gerobak , sementara satu temannya mendorong gerobak itu dengan kencang sambil tertawa ceria. Mereka mengelilingi tumpukan batu yang tampak tersusun rapi di pusat desa tersebut.
Di sudut lainnya, tampak sekumpulan ibu-ibu sedang bercengkrama. Tak jauh dari dari mereka, beberapa pemuda sedang serius bicara soal musim menjaring ikan yang selalu terhalang angin kencang yang melanda perairan di sekitar pulau tersebut. Semua seolah berkumpul menumpahkan susah senangnya di area tumpukan batu tersebut. Seolah ada magnet bahwa kawasan tersebut adalah jantung kehidupan desa tersebut.
Tumpukan batu itu memang bukan sembarang tumpukan batu, Tapi bersusun membentuk sebuah bentuk yang meruncing di kedua ujungnya., dan melebar di tengahnya, mirip sebuah perahu. Besarnya sekitar 8 x5 meter dengan tinggi 1,2 meter. Masyarakat di sana menyebutnya Natar Fampompar atau perahu batu. Konon perahu batu tersebut dibentuk sejak tahun 1800. Yaitu saat para leluhur masyarakat kampung tersebut baru sampai , dan tepat di tengah kampung tersebutlah mereka menyusun batu-batu tersebut menjadi sebuah perahu. Perahu adalah sarana transportasi para leluhur mereka.
Kini perahu tersebut digunakan untuk musyawarah adat, tempat berkumpulnya para tetua desa menyelesaikan setiap permasalahan kampung. Tak heran jika di sekeliling perahu batu tersebut juga dibangun beberapa rumah adat tempat para tetua adat berkumpul jika upacara adat digelar di sana. Konon, dulu, di perahu tersebut juga ada beberapa patung batu. Sayang, pada 2002 patung yang ada di haluan dicuri dan tidak ditemukan sampai sekarang. Akhirnya patung lainnya, kini disimpan di rumah tetua adat.
Selain perahu, di pusat kampung tersebut terdapat perahu batu lain di tepi pantai dekat desa Sangliat Dol. Bedanya, perahu batu ini memiliki sumur di tengahnya. Meskipun lokasinya dekat dengan laut namun air sumur ini tawar dan bening.
Perahu batu itu seperti memiliki magnet. Di mana pun, di situlah para penduduk di sekitar berkumpul. Dari acara adat, atau pun hanya sekadar obrolan biasa, bahkan tempat anak-anak mencurahkan semangat bermainnya. Paling tidak maksud para leluhur itu membuat banguanan perahu batu itu di sana sudah tercapai.
Andaikan saja batu-batu itu bisa bicara, betapa banyak kisah tentang kehidupan kampung itu akan terungkap.